SKIN GRAFT
A.
Pengertian
Graft adalah jaringan hidup yang dicangkokkan, misalnya kulit, tulang, sumsum
tulang, kornea dan organ-organ lain seperti ginjal, jantung, paru-paru,
pankreas serta hepar (Brooker, 2001:184).
Menurut Heriady (2005), skin
graft adalah menanam kulit dengan ketebalan tertentu baik sebagian maupun
seluruh kulit yang diambil atau dilepaskan dari satu bagian tubuh yang sehat
(disebut daerah donor) kemudian dipindahkan atau ditanamkan ke daerah tubuh
lain yang membutuhkannya (disebut daerah resipien). Skin graft adalah penempatan
lapisan kulit baru yang sehat pada daerah luka (Blanchard, 2006:1). Diantara
donor dan resipien tidak mempunyai hubungan pembuluh darah lagi sehingga
memerlukan suplai darah baru untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan
tersebut (Heriady, 2001:1).
B.
Indikasi
Skin graft dilakukan pada pasien yang
mengalami kerusakan kulit yang hehat sehingga terjadi gangguan pada fungsi
kulit itu sendiri, misalnya pada luka bakar yang hebat, ulserasi, biopsi, luka
karena trauma atau area yang terinfeksi dengan kehilangan kulit yang luas.
Penempatan graft pada luka bertujuan untuk mencegah infeksi, melindungi
jaringan yang ada di bawahnya
serta mempercepat proses penyembuhan. Dokter akan mempertimbangkan pelaksanaan prosedur skin graft berdasarkan pada beberapa faktor yaitu: ukuran luka, tempat luka dan kemampuan kulit sehat yang ada pada tubuh (Blanchard, 2006:2).
Daerah resipien diantaranya
adalah luka-luka bekas operasi yang luas sehingga tidak dapat ditutup secara
langsung dengan kulit yang ada disekitarnya dan memerlukan tambahan kulit agar
daerah bekas operasi dapat tertutup sehingga proses penyembuhan dapat
berlangsung secara optimal (Heriady, 2005:2).
C.
Klasifikasi Skin Graft
Beberapa perbedaan jenis skin
graft menurut Blanchard (2006) adalah:
1.
Autograft
Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu
lokasi ke lokasi lain pada orang yang sama.
2.
Allograft
Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit
pengganti.
3.
Xenograft
Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang atau
pencangkokkan antara dua spesies yang berbeda. Biasanya yang digunakan adalah
kulit babi.
Klasifikasi skin graft berdasarkan
ketebalan kulit yang diambil dibagi menjadi 2, yaitu ( Heriady, 2005:2 ) :
1.
Split Thicknes Skin Graft ( STSG )
STSG mengambil epidermis dan
sebagian dermis berdasarkan ketebalan kulit yang dipotong, Revis (2006) membagi
STSG sendiri menjadi 3 kategori yaitu :
a.
Tipis (0,005 - 0,012 inci)
b.
Menengah (0,012 - 0,018 inci)
c.
Tebal (0,018 - 0,030 inci)
STSG dapat bertahan pada kondisi yang kurang
bagus mempunyai tingkat aplikasi yang lebih luas. STSG digunakan untuk melapisi
luka yang luas, garis rongga, kekurangan lapisan mukosa, menutup flap pada
daerah donor dan melapisi flap pada otot. STSG juga dapat digunakan untuk
mencapai penutupan yang menetap pada luka tetapi sebelumnya harus didahului
dengan pemeriksaan patologi untuk menentukan rekonstruksi yang akan dilakukan.
Daerah donor STSG dapat sembuh
secara spontan dengan sel yang disediakan oleh sisa epidermis yang ada pada
tubuh dan juga dapat sembuh secara total. STSG juga mempunyai beberapa dampak
negatif bagi tubuh yang perlu dipertimbangkan. Aliran pembuluh darah serta
jaringan pada STSG mempunyai sifat mudah rusak atau pecah terutama bila
ditempatkan pada area yang luas dan hanya ditunjang atau didasari dengan
jaringan lunak serta biasanya STSG tidak tahan dengan terapi radiasi (Revis,
2006: 3). STSG akan menutup selama penyembuhan, tidak tumbuh dengan sendirinya
dan harus dirawat agar dapat menjadi lebih lembut, dan
tampak lebih mengkilat daripada kulit normal. STSG akan mempunyai pigmen yang tidak normal salah satunya adalah berwarna putih atau pucat atau kadang hiperpigmentasi, terutama bila pasien mempunyai warna kulit yang lebih gelap. Efek dari penggunaan STSG adalah kehilangan ketebalan kulit, tekstur lembut yang abnormal, kehilangan pertumbuhan rambut dan pigmentasi yang tidak normal sehingga kurang sesuai dari segi kosmetik atau keindahan. Jika digunakan pada luka bakar yang luas pada daerah wajah, STSG mungkin akan menghasilkan penampilan yang tidak diinginkan. Terakhir, luka yang dibuat pada daerah donor dimana graft tersebut dipotong selalu akan lebih nyeri daripada daerah resipien.
tampak lebih mengkilat daripada kulit normal. STSG akan mempunyai pigmen yang tidak normal salah satunya adalah berwarna putih atau pucat atau kadang hiperpigmentasi, terutama bila pasien mempunyai warna kulit yang lebih gelap. Efek dari penggunaan STSG adalah kehilangan ketebalan kulit, tekstur lembut yang abnormal, kehilangan pertumbuhan rambut dan pigmentasi yang tidak normal sehingga kurang sesuai dari segi kosmetik atau keindahan. Jika digunakan pada luka bakar yang luas pada daerah wajah, STSG mungkin akan menghasilkan penampilan yang tidak diinginkan. Terakhir, luka yang dibuat pada daerah donor dimana graft tersebut dipotong selalu akan lebih nyeri daripada daerah resipien.
2.
Full Thickness Skin Graft ( FTSG )
FTSG lebih sesuai pada area
yang tampak pada wajah bila flap (potongan kulit yang disayat dan
dilipat) pada daerah setempat tidak diperoleh atau bila flap dari daerah
setempat tidak dianjurkan. FTSG lebih menjaga karakteristik dari kulit normal
termasuk dari segi warna, tekstur/ susunan, dan ketebalan bila dibandingkan
dengan STSG. FTSG juga mengalami lebih sedikit pengerutan selama penyembuhan.
Ini adalah sama pentingnya pada wajah serta tangan dan juga daerah pergerakan
tulang sendi. FTSG pada anak umumnya lebih disukai karena dapat tubuh dengan
sendirinya. Prosedur FTSG memiliki beberapa keuntungan antara lain : relatif sederhan, tidak
terkontaminasi / bersih, pada daerah luka memiliki vaskularisasi yang
baik dan tidak mempunyai tingkat aplikasi yang luas seperti STSG.
D.
Daerah Donor Skin Graft
Pilihan daerah donor biasanya
berdasarkan pada penampilan yang diinginkan pada daerah resipien. Hal ini lebih
penting pada FTSG karena karakteristik kulit pada daerah donor akan lebih
terpelihara oleh bahan yang dipindahkan pada tempat yang baru. Ketebalan,
tektur, pigmentasi, ada atau tidaknya rambut harus sangat diperhatikan
(Revis, 2006:4). Menurut Heriady (2005), daerah donor untuk FTSG dapat diambil
dari kulit dibelakang telinga, dibawah atau diatas tulang selangka (klavikula),
kelopak mata, perut, lipat paha dan lipat siku. Sebagian besar daerah donor ini
sering dipakai untuk menutup luka pada daerah wajah atau leher. Pemotongan yang
dilakukan pada daerah wajah sebaiknya harus berhati-hati untuk mempertahankan
kesimetrisan wajah dari segi estetik. Bagian kulit yang tidak ditumbuhi oleh
rambut dan berfungsi untuk melapisi tangan dapat diambil dari batas tulang
hasta dan telapak kaki dengan penyesuaian warna, tekstur dan ketebalan yang
tepat. Graft dengan pigmen yang lebih gelap diperoleh dari preposium (kulup),
scrotum, dan labia minora (Rives, 2006:5).
Daerah donor untuk STSG dapat
diambil dari daerah mana saja di tubuh seperti perut, dada, punggung, pantat,
anggota gerak lainnya. Namun, umumnya yang sering dilakukan diambil dari kulit
daerah paha (Heriady, 2005:2). Daerah donor dari paha lebih disukai karena
daerah ini lebih lebar dan lebih mudah sembuh (Bakar, 2003:1). Daerah pantat
juga dapat digunakan sebagai daerah donor, tetapi biasanya pasien akan mengeluh
nyeri setelah operasi dan akan memerlukan bantuan untuk merawat luka. Menurut
Rives
(2006), kulit kepala dapat digunakan pada prosedur FTSG untuk melapisi daerah wajah yang luas dan terutama berguna untuk luka bakar yang hebat dengan ketersediaan daerah donor yang terbatas. Untuk luka pada tangan, daerah lengan atas bagian dalam dapat dipertimbangkan untuk dijadikan daerah donor.
(2006), kulit kepala dapat digunakan pada prosedur FTSG untuk melapisi daerah wajah yang luas dan terutama berguna untuk luka bakar yang hebat dengan ketersediaan daerah donor yang terbatas. Untuk luka pada tangan, daerah lengan atas bagian dalam dapat dipertimbangkan untuk dijadikan daerah donor.
E.
Daerah Resipien Skin
Graft
Komponen penting yang menjamin
suksesnya skin graft adalah persiapan pada daerah resipien.
Kondisi fisiologis pada daerah resipien harus mampu menerima serta memelihara
graft itu sendiri. Skin graft tidak akan dapat bertahan hidup pada
jaringan yang tidak dialiri darah. Skin graft akan dapat bertahan hidup
pada periosteum, perikondrium, dermis, fasia, otot, dan jaringan granulasi.
Pasien dengan luka akibat
aliran vena yang lamban (stasis vena) atau ketidakcukupan arteri perlu untuk
diobati terlebih dahulu sebelum melakukan pemindahan kulit. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan kemungkinan graft dapat bertahan hidup (Rives,
2006:5). Luka juga harus bebas dari jaringan yang mati dan bersih dari bakteri.
Bakteri yang berjumlah lebih dari 100.000/cm² akan berkumpul sehingga dapat
menyebabkan graft gagal.
F.
Prosedur Operasi
Teknik operasi yang hati-hati
adalah syarat penting agar graft dapat hidup. Setelah melakukan prosedur
anestesi dengan tepat baik menggunakan lokal,
regional atau general anestesi, tindakan selanjutnya adalah mempersiapkan luka untuk pemindahan kulit. Ini termasuk membersihkan luka dengan larutan garam atau betadine yang diencerkan, kemudian membersihkan luka dengan pengeluaran benda asing dan membuang jaringan yang rusak atau yang terinfeksi atau biasa disebut debridement serta mencapai hemostasis dengan cermat (Brooker, 2001:122). Kontrol hemostatik yang baik dapat diperoleh dengan pengikatan, tekanan yang lembut, pemberian substansi topikal sebagai vasokonstriksi, misalnya epinefrin atau alat bedah pembakar dengan tenaga listrik (electrocautery). Penggunaan alat ini harus diminimalkan karena dapat mengganggu kehidupan jaringan. Penggunaan obat topikal atau epinefrin yang disuntikkan pada daerah donor atau resipien tidak akan membahayakan kelangsungan hidup graft (Rives, 2006:6). Teknik operasi yang dilakukan pada tiap jenis skin graft tentunya akan berbeda-beda, tergantung pada jenis yang akan digunakan. Menurut Rives (2006), teknik operasi yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
regional atau general anestesi, tindakan selanjutnya adalah mempersiapkan luka untuk pemindahan kulit. Ini termasuk membersihkan luka dengan larutan garam atau betadine yang diencerkan, kemudian membersihkan luka dengan pengeluaran benda asing dan membuang jaringan yang rusak atau yang terinfeksi atau biasa disebut debridement serta mencapai hemostasis dengan cermat (Brooker, 2001:122). Kontrol hemostatik yang baik dapat diperoleh dengan pengikatan, tekanan yang lembut, pemberian substansi topikal sebagai vasokonstriksi, misalnya epinefrin atau alat bedah pembakar dengan tenaga listrik (electrocautery). Penggunaan alat ini harus diminimalkan karena dapat mengganggu kehidupan jaringan. Penggunaan obat topikal atau epinefrin yang disuntikkan pada daerah donor atau resipien tidak akan membahayakan kelangsungan hidup graft (Rives, 2006:6). Teknik operasi yang dilakukan pada tiap jenis skin graft tentunya akan berbeda-beda, tergantung pada jenis yang akan digunakan. Menurut Rives (2006), teknik operasi yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
a.
Full Thickness Skin Graft (FTSG)
FTSG dipotong menggunakan
pisau bedah. Pada awalnya dilakukan pengukuran pada luka, pembuatan pola serta
pola garis yang dibuat lebih besar pada daerah donor. Pola sebaiknya diperluas
atau diperbesar kurang lebih 3-5 % untuk mengganti kerusakan dengan segera
terutama terjadinya penyusutan atau pengerutan akibat kandungan serat elastik
yang terdapat pada graft dermis. Kemudian daerah donor mungkin akan
diinfiltrasi menggunakan anestesi lokal
dengan atau tanpa epinefrin. Infiltrasi sebaiknya dilakukan setelah sketsa graft dilukis pada kulit untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Setelah pola di insisi, kulit diangkat pada sisi epidermis dengan tangan yang tidak dominan menggunakan penjepit kulit. Tindakan ini akan memberikan ketegangan dan rasa pada ketebalan graft ketika tangan memotong graft hingga ke dasar lemak subcutan (Rives, 2006:7). Beberapa sisa jaringan lemak harus dipotong dari sisi bawah graft, karena lemak ini tidak mengandung pembuluh darah dan akan mencegah hubungan langsung antara dermis graft dan dasar luka. Pemotongan sisa lemak subcutan secara profesional menggunakan alat yang runcing, gunting bengkok, dan sisa-sisa dermis yang berkilau pada bagian dalam.
dengan atau tanpa epinefrin. Infiltrasi sebaiknya dilakukan setelah sketsa graft dilukis pada kulit untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Setelah pola di insisi, kulit diangkat pada sisi epidermis dengan tangan yang tidak dominan menggunakan penjepit kulit. Tindakan ini akan memberikan ketegangan dan rasa pada ketebalan graft ketika tangan memotong graft hingga ke dasar lemak subcutan (Rives, 2006:7). Beberapa sisa jaringan lemak harus dipotong dari sisi bawah graft, karena lemak ini tidak mengandung pembuluh darah dan akan mencegah hubungan langsung antara dermis graft dan dasar luka. Pemotongan sisa lemak subcutan secara profesional menggunakan alat yang runcing, gunting bengkok, dan sisa-sisa dermis yang berkilau pada bagian dalam.
b.
Split Thickness Skin Graft (STSG)
Ada beberapa tahap
pelaksanaan prosedur skin graft dengan jenis STSG, antara lain: proses
pemotongan, pemasukan graft, dan proses pembalutan.
a) Pemotongan
Untuk memperoleh hasil pemotongan terbaik pada
graft tentunya harus ditunjang dengan teknik pemotongan yang benar. Pemotongan
pada STSG dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu (Rives, 2006:7):
1)
Mata pisau dermatom
Biasanya teknik ini menggunakan mata pisau dermatom,
yang mampu memotong pada graft yang luas dengan ketebalan yang sama.
Dermatom dapat dioperasikan dengan tenaga udara atau manual. Dermatom
yang biasa digunakan termasuk Castroviejo, Reese, Padgett-Hood, Brown,
Davol-Simon, dan Zimmer. Tanpa memperhatikan alat yang digunakan, anestesi yang
cukup harus segera ditentukan karena pemotongan pada skin graft
merupakan prosedur yang dapat menyebabkan nyeri. Lidocain dengan epinefrin
disuntikkan ke daerah donor untuk mengurangi hilangnya darah dan memberikan
turgor kulit yang bagus sehingga dapat membantu dalam pemotongan.
2)
Drum Dermatom
Drum dermatom ( Reese, Padgett-Hood )
akhir-akhir ini jarang digunakan tetapi masih tersedia untuk keperluan
pemindahan kulit tertentu. Alat ini memiliki mata pisau yang bergerak dengan
tenaga manual seperti drum yang berputar diatas permukaan kulit. Alat ini dapat
digunakan lembaran kulit yang luas dengan ketebalan yang tidak teratur. Ini
sangat berguna pada daerah donor dengan kecembungan, kecekungan atau keadaan
tulang yang menonjol (leher, panggul, pantat), karena potongan kulit yang
pertama menempel pada drum dengan menggunakan lem khusus atau plester pelekat.
Alat ini juga dapat mengikuti pola
yang tidak teratur dengan tepat untuk dipotong dengan perubahan pola yang diinginkan dengan direkatkan pada kulit dan drum. Kerugian dari penggunaan alat ini adalah kemungkinan terjadinya cedera pada operator sendiri akibat ayunan mata pisau, penggunaan agen yang mudah terbakar seperti eter atau aseton untuk membersihkan daerah donor dan memindahkan permukaan minyak untuk memastikan terjaminnya perlekatan yang kuat antara kulit dan drum dermatom serta diperlukannya teknik keahlian yang tinggi agar dapat menggunakan peralatan operasi dengan aman dan efektif (River, 2006:8).
yang tidak teratur dengan tepat untuk dipotong dengan perubahan pola yang diinginkan dengan direkatkan pada kulit dan drum. Kerugian dari penggunaan alat ini adalah kemungkinan terjadinya cedera pada operator sendiri akibat ayunan mata pisau, penggunaan agen yang mudah terbakar seperti eter atau aseton untuk membersihkan daerah donor dan memindahkan permukaan minyak untuk memastikan terjaminnya perlekatan yang kuat antara kulit dan drum dermatom serta diperlukannya teknik keahlian yang tinggi agar dapat menggunakan peralatan operasi dengan aman dan efektif (River, 2006:8).
3)
Free-Hand
Metode pemotongan lain untuk jenis STSG adalah free
hand dengan pisau. Meskipun ini metode ini dapat dilakukan dengan pisau
bedah, alat yang lain seperti pisau Humby, mata pisau Weck dan pisau Blair.
Kelemahan dari metode ini adalah tepi graft menjadi tidak rata dan perubahan
ketebalan. Sama seperti drum dermatom, keahlian teknik sangat diperlukan
dan perawatan kualitas graft lebih bergantung pada operator daripada
menggunakan dermatom yang menggunakan tenaga listrik atau udara.
4)
Dermatom dengan tenaga udara dan
listrik
Bila menggunakan dermatom jenis ini, ahli bedah
harus terbiasa dengan pemasangan mata pisau dan bagaimana mengatur
ketebalan graft serta memeriksa peralatan sebelum operasi dimulai. Terdapat dua pemahaman yang tepat dan kurang tepat mengenai mata pisau. Hal ini akan membingungkan bagi anggota ruang operasi yang kurang berpengalaman. Penempatan mata pisau bedah nomor 15 digunakan pada ketebalan 0,015 inci dan dapat digunakan untuk memeriksa penempatan ketebalan yang sama dan tepat.
ketebalan graft serta memeriksa peralatan sebelum operasi dimulai. Terdapat dua pemahaman yang tepat dan kurang tepat mengenai mata pisau. Hal ini akan membingungkan bagi anggota ruang operasi yang kurang berpengalaman. Penempatan mata pisau bedah nomor 15 digunakan pada ketebalan 0,015 inci dan dapat digunakan untuk memeriksa penempatan ketebalan yang sama dan tepat.
Langkah awal pada proses pemotongan adalah dengan mensterilisasi
daerah donor menggunakan betadine atau larutan garam yang lain. Kemudian daerah
donor diberi minyak mineral untuk melicinkan kulit dan dermatom sehingga
dermatom akan mudah bergerak diatas kulit. Dermatom dipegang dengan
tangan dominan dengan membentuk sudut 30-45º dari permukaan daerah donor.
Tangan yang tidak dominan berfungsi sebagai penahan dan diletakkan di belakang
dermatom. Asisten operasi bertugas sebagai penahan pada bagian depan dermatom,
memajukan dan mengaktifkan dermatom dengan lembut serta melanjutkan gerakan
pada seluruh permukaan kulit dengan tekanan yang menurun dengan lembut. Setelah
ukuran yang sesuai dipotong, dermatom dimiringkan menjauhi kulit dan diangkat
dari kulit untuk memotong tepi distal graft dan tahap pemotongan
selesai. Bila pada proses pemotongan terjadi pembukaan pada lapisan lemak, ini
mengindikasikan bahwa
insisi yang dilakukan terlalu ke dalam atau mungkin karena teknik yang salah dalam pemasangan dermatom.
insisi yang dilakukan terlalu ke dalam atau mungkin karena teknik yang salah dalam pemasangan dermatom.
b) Pelubangan
Teknik ini berguna untuk memperluas permukaan area graft hingga 9
kali permukaan area donor. Teknik ini juga sangat berguna jika kulit donor tida
cukup untuk menutup area luka yang luas, misalnya pada luka bakar mayor atau
ketika daerah resipien memiliki garis yang tidak teratur. Bagian graft
dilubangi agar cairan pada luka dapat keluar melalui graft daripada
berakumulasi dibawah graft. Perluasan bagian graft ini tidak akan dapat
mengatasi adanya hematom pada dasar graft. Bila telah mengalami proses
penyembuhan, graft akan tampak seperti kulit buaya. Karena teknik ini kurang
baik dari segi estetika dan terjadinya pengerutan yang lebih lanjut, maka
penggunaan teknik ini harus dihindari pada daerah pergerakan dan wajah, tangan
dan area lain yang terlihat.
c)
Pemasukan graft
Setelah graft dipotong,
tindakan selanjutnya adalah mengamati hemostasis. Setelah semuanya sempurna,
kemudian graft ditempatkan pada dasar luka. Pada tahap ini perhatian
harus difokuskan pada sisi bawah kulit.
Meskipun terlihat sederhana dan nyata, dermis dan epidermis kadang tampak
serupa bila tidak dilakukan inspeksi dengan sangat dekat dan teliti pada kulit
individu yang berwarna terang. Perawatan juga harus dilakukan untuk
mencegah pengkerutan atau peregangan yang berlebihan pada graft. Graft harus benar-benar diletakkan dengan benar pada daerah resipien untuk menjamin perlekatan dasar serta proses penyembuhan. Tahap ini diakhiri dengan penjahitan atau penggunaan staples untuk menjaga agar graft menempel kuat pada kulit disekitar dasar luka. Staples sangat berguna untuk luka yang lebih dalam daripada permukaan kulit sekitarnya. Efek dari penggunaan staples adalah rasa nyeri yang hebat dan dapat mengganggu perlekatan graft pada luka ketika dilakukan pengambilan kira-kira 7 – 10 hari setelah operasi.
mencegah pengkerutan atau peregangan yang berlebihan pada graft. Graft harus benar-benar diletakkan dengan benar pada daerah resipien untuk menjamin perlekatan dasar serta proses penyembuhan. Tahap ini diakhiri dengan penjahitan atau penggunaan staples untuk menjaga agar graft menempel kuat pada kulit disekitar dasar luka. Staples sangat berguna untuk luka yang lebih dalam daripada permukaan kulit sekitarnya. Efek dari penggunaan staples adalah rasa nyeri yang hebat dan dapat mengganggu perlekatan graft pada luka ketika dilakukan pengambilan kira-kira 7 – 10 hari setelah operasi.
Kemampuan penyerapan benang
juga perlu diperhatikan. Biasanya benang dengan empat sudut digunakan untuk
menahan graft dengan beberapa pertimbangan, kemudian penjahitan
dilakukan disekitar perifer. Ini membantu sebagai jalan keluar pertama jarum
melewati graft kemudian melalui margin disekitar luka untuk mencegah
pengangkatan graft dari dasar luka.
d)
Pembalutan
Pembalutan dilakukan untuk
memberikan tekanan yang sama pada seluruh area graft tanpa adanya
perlekatan. Pembalutan juga bertujuan untuk mengimobilisasikan area graft
dan mencegah pembentukan hematom pada bagian bawah graft. Menurut
Blanchard (2006), pembalutan awal dilakukan pada daerah resipien segera
setelah pemindahan kulit dilakukan dan baru diganti setelah 3 hingga
7 hari berikutnya. Pembalutan yang baru dapat
dilakukan pada seluruh daerah graft hingga skin graft benar-benar sembuh.
Biasanya pada lokasi donor ditempatkan langsung lembaran kasa yang halus dan
tidak melekat. Kemudian diatasnya dipasang kasa absorben untuk menyerap darah
atau serum dari luka. Kasa selaput (seperti Op-Side) dapat digunakan untuk
memberikan manfaat tertentu, yaitu kasa ini bersifat transparan dan
memungkinkan pemeriksa untuk melihat luka tanpa menggangu kasa pembalutnya
semantara pasien tidak perlu khawatir ketika mandi karena kasa pembalut
tersebut tidak menyerap air (Smeltzer & Bare, 2002:1899).
Setelah skin graft
dilakukan, proses yang terjadi selanjutnya adalah regenerasi termasuk
pertumbuhan kembali rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Pada
prosedur STSG, kelenjar keringat tidak akan dapat sembuh secara total sehingga
akan berdampak pada masalah pengaturan panas. Tidak adanya kelenjar sebasea
pada kulit dapat menyebabkan kulit menjadi kering, gatal dan bersisik. Untuk
mengatasi masalah ini, biasanya dilakukan pemberian lotion dengan frekuensi
sering.
G.
Proses Penyembuhan
Menurut Rives (2006), masa
penyembuhan dan kelangsungan hidup graft terdiri dari beberapa tahap
yaitu:
- Perlekatan dasar
Setelah graft ditempatkan, perlekatan
dasar luka melalui jaringan fibrin yang tipis merupakan proses sementara hingga
sikulasi dan hubungan antar jaringan telah benar-benar terjadi.
- Penyerapan Plasma
Periode waktu antara pemindahan kulit dengan revaskularisasi
pada graft merupakan fase penyerapan plasma. Graft akan menyerap eksudat
pada luka dengan aksi kapiler melalui struktur seperti spon pada graft
dermis dan melalui pembuluh darah dermis.Ini berfungsi untuk mencegah
pengeringan terutama pada pembuluh darah graft dan menyediakan makanan bagi
graft. Keseluruhan proses ini merupakan respon terhadap kelangsungan hidup graft
selama 2–3 hari hingga sirkulasi benar-benar adekuat. Selama tahap ini
berlangsung, graft akan mengalami edema dan beratnya akan meningkat hingga 30-50%.
- Revaskularisasi
Revaskularisasi pada
graft dimulai pada hari ke 2-3 post skin graft dengan mekanisme
yang belum diketahui. Tanpa memperhatikan mekanisme, sirkulasi pada graft akan
benar-benar diperbaiki pada hari ke 6 – 7 setelah operasi. Tanpa adanya perlekatan
dasar, imbibisi plasma dan revaskularisasi, graft tidak akan mampu bertahan
hidup.
- Pengerutan luka
Pengerutan pada luka merupakan hal yang serius
dan merupakan masalah yang berhubungan dengan segi kosmetik tergantung pada
lokasi dan tingkat keparahan pada luka. Pengerutan pada wajah mungkin dapat
menyebabkan terjadinya ektropion, serta retraksi pada hidung. Kemampuan skin
graft untuk melawan terjadinya pengerutan berhubungan dengan komponen ketebalan
kulit yang digunakan sebagai graft.
- Regenerasi
Epitel tubuh perlu untuk beregenerasi setelah
proses pencangkokkan kulit berlangsung. Pada STSG, rambut akan tumbuh lebih
jarang atau lebih sedikit pada daerah graft yang sangat tipis. Graft
mungkin akan kering dan sangat gatal pada tahap ini. Pasien sering mengeluhkan
kulit yang tampak kemerahan. Salep yang lembut mungkin akan diberikan pada
pasien untuk membantu dalam menjaga kelembaban pada daerah graft dan
mengurangi gatal.
- Reinnervasi
Reinnervasi pada
graft terjadi dari dasar resipien dan sepanjang perifer.
Kembalinya sensibilitas pada graft juga merupakan proses sentral. Proses ini
biasanya akan dimulai pada satu bulan pertama tetapi belum akan sempurna hingga
beberapa tahun.
- Pigmentasi
Pigmentasi pada FTSG
akan berlangsung lebih cepat dengan pigmentasi yang hampir serupa dengan
daerah donor. Pigmentasi pada STSG akan terlihat lebih pucat atau putih
dan akan terjadi hiperpigmentasi dengan kulit tampak bercahaya atau mengkilat.
Untuk mengatasi hal ini biasanya akan dianjurkan untuk melindungi daerah graft
dari sinar matahari secara langsung selama 6 bulan atau lebih.
H.
Komplikasi
Skin graft banyak membawa resiko dan potensial komplikasi yang beragam tergantung
dari jenis luka dan tempat skin graft pada tubuh. Komplikasi yang mungkin
terjadi antara lain (Blanchard, 2006:2):
- Kegagalan
graft
Menurut Revis (2006), skin
graft dapat mengalami kegagalan karena sejumlah alasan. Alasan yang paling
sering terjadi adalah adanya hubungan yang kurang baik pada graft atau
kurangnya perlekatan pada dasar daerah resipien. Timbulnya hematom dan seroma
dibawah graft akan mencegah hubungan dan perlekatan pada graft dengan
lapisan dasar luka. Pergerakan pada graft atau pemberian suhu yang
tinggi pada graft juga dapat menjadi penyebab kegagalan graft.
Sumber kegagalan yang lain
diantaranya adalah daerah resipien yang buruk. Luka dengan vaskularisasi
yang kurang atau permukaan luka yang terkontaminasi merupakan alasan terbesar
bagi kegagalan graft. Bakteri dan respon terhadap bakteri akan
merangsang dikeluarkannya enzim proteolitik dan terjadinya proses inflamasi
pada luka sehingga akan mengacaukan perlekatan fibrin pada graft. Teknik
yang salah juga dapat menyebabkan kegagalan graft. Memberikan penekanan
yang terlalu kuat, peregangan yang terlalu ketat atau trauma pada saat
melakukan penanganan dapat menyebabkan graft gagal baik sebagian ataupun
seluruhnya.
- Reaksi penolakan terhadap skin graft
- Infeksi pada
daerah donor atau daerah resipien.
- Cairan yang
mengalir keluar dari daerah graft.
- Munculnya jaringan parut
- Hiperpigmentasi
- Nyeri
Nyeri dapat terjadi karena penggunaan staples
pada proses perlekatan graft atau juga karena adanya torehan, tarikan atau
manipulasi jaringan atau organ (Long, 1996:60). Hal ini diduga bahwa
ujung-ujung saraf normal yang tidak menstransmisikan sensasi nyeri menjadi
mampu menstransmisikan sensasi nyeri (Smeltzer, 2002:214). Reseptor nyeri yang
merupakan serabut saraf
mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal,
sel mast, folikel rambut, kelenjar keringat dan melepaskan histamin,
bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang tergolong stimuli kimiawi
terhadap nyeri. Nosiseptor berespon mengantar impuls ke batang otak untuk
merespon rasa nyeri.
- Hematom
Hematom atau
timbunan darah dapat membuat kulit donor mati. Hematom biasanya dapat
diketahui lima hari setelah operasi. Jika hal ini terjadi maka kulit donor
harus diambil dan diganti dengan yang baru (Perdanakusuma, 2006:1). Hematom
juga menjadi komplikasi tersering dari pemasangan graft.
- Kulit
berwarna kemerahan pada sekitar daerah graft
I.
Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian yang akan dilakukan
lebih berfokus pada keadaan kulit pasien antara lain (Smeltzer & Bare,
2002:1831): mengkaji keadaan umum kulit meliputi warna, suhu, kelembaban,
kekeringan, tekstur kulit, lesi, vaskularitas, mobilitas dan
kondisi rambut serta kuku. Turgor kulit, edema yang mungkin terjadi dan
elastisitas kulit dinilai dengan palpasi. Pengkajian sirkulasi pada kulit
sangat penting diperhatikan dengan
tujuan untuk memperoleh data apakah telah terjadi komplikasi akibat pemasangan
graft dan untuk memantau kelangsungan hidup graft pada daerah resipien. Bila
graft berwarna
merah muda, hal ini menunjukkan terjadinya proses vaskularisasi. Warna kebiruan pada sianosis menunjukkan terjadinya hipoksia seluler atau sel kekurangan oksigen dan mudah terlihat pada ekstremitas, dasar kuku, bibir serta membran mukosa (Smeltzer & Bare, 2002:1831).
merah muda, hal ini menunjukkan terjadinya proses vaskularisasi. Warna kebiruan pada sianosis menunjukkan terjadinya hipoksia seluler atau sel kekurangan oksigen dan mudah terlihat pada ekstremitas, dasar kuku, bibir serta membran mukosa (Smeltzer & Bare, 2002:1831).
2) Diagnosa dan
intervensi keperawatan
A.
Gangguan rasa nyaman:nyeri
berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan
:
Klien melaporkan
nyeri hilang, berkurang atau terkontrol
Kriteria
hasil:
a)
Ekspresi wajah rileks
b)
Skala nyeri 0 – 4
c)
Klien dapat beristirahat
d)
Klien tidak mengeluh kesakitan
Intervensi :
1.
Kaji lokasi dan karakteristik
nyeri
2. Lakukan tindakan manajemen nyeri relaksasi dan distraksi
3.
Beri aktifitas yang tepat untuk
klien
4.
Berikan
lingkungan yang aman dan nyaman
5.
Berikan
posisi senyaman mungkin
6.
Berikan
analgetika (kolaborasi medik)
B.
Gangguan integritas jaringan kulit
dan jaringan berhubungan dengan adanya tindakan invasif, bedah perbaikan,
traksi pen.
Tujuan:
Tidak terjadi
kerusakan integritas kulit dan jaringan yang lebih parah.
Kriteria hasil :
a.
Klien menyatakan ketidaknyamanan
hilang
b.
Pasien menunjukkan perilaku/
teknik untuk mencegah kerusakan kulit/ memudahkan penyembuhan kulit.
c. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi
- Kaji integritas kulit pasien.
- Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
- Ubah posisi dengan sering.
- Tempatkan balutan pada area fraktur.
- Kaji posisi pada alat traksi.
- Observasi untuk potensial area yang tertekan.
- Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
- Lakukan perawatan luka.
C. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera pada jaringan
sekitar area luka
Tujuan:
Klien dapat melakukan
mobilitas fisik sesuai dengan toleransi.
Kriteria hasil:
a.
Klien aktif dalam dalam rencana
keperawatan.
b. Klien dapat melakukan aktifitas fisik dan pemenuhan ADL.
Intervensi
:
1. Kaji kemampuan mobilitas
2. Atur alih baring tiap 2 jam
3. Bantu klien melakukan gerakan sendi secara aktif dan pasif.
4. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktifitas dalam lingkup
terbatas.
5. Bantu pasien dalam melakukan aktifitas yang dirasakan berat pada
pasien.
6. Libatkan keluarga klien selama perawatan.
D.
Defisit perawatan diri: bersihan
diri berhubungan dengan kehilangan mobilitas, ketidakmampuan dalam pemenuhan
ADL
Tujuan:
Tidak terjadi
defisit perawatan diri: bersihan diri
Kriteria hasil:
Klien menunjukkan
aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan pribadi.
Intervensi:
1.
Tentukan
kemampuan saat ini dan hambatan untuk berpartisipasi dalam perawatan.
2.
Ikutsertakan
klien dalam formulasi rencana perawatan pada tingkat kemampuan.
3.
Dorong
perawatan diri.
4.
Berikan dan tingkatkan keleluasaan
pribadi.
5.
Berikan keramas dan gaya rambut
sesuai kebutuhan.
E.
Perubahan pola eliminasi bowel:
konstipasi berhubungan dengan perubahan pada tingkat aktifitas, penurunan
peristaltik usus.
Tujuan:
Mempertahankan pola normal defekasi/ fungsi usus.
Kriteria hasil:
a.
Klien mendemonstrasikan perubahan
pada gaya hidup
b.
Konstipasi
tidak terjadi.
c.
Ikut
serta dalam pola defekasi sesuai petunjuk.
Intervensi:
1.
Pastikan
pola defekasi yang biasa (misal: penggunaan laksatif jangka panjang
sebelumnya). Bandingkan dengan rutinitas saat ini.
2.
Kaji rasional masalah, singkirkan
penyebab medis.
3.
Berikan diet dengan kadar serat
tinggi.
4.
Dorong peningkatan masukan cairan
(meningkatkan konsistensi feses nomal).
F.
Resiko infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan primer, trauma jaringan, tindakan invasif.
Tujuan:
Tidak terjadi
infeksi.
Kriteria hasil:
a.
Luka
sembuh sesuai waktu.
b.
Bebas
drainase purulen.
c.
Tidak
terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
1.
Kaji
adanya tanda-tanda infeksi.
2.
Monitor
tanda-tanda vital.
3.
Lakukan
perawatan luka dengan prinsip steril.
4.
Kolaborasi
pemberian antibiotik..
5.
Kolaborasi
pengecekan darah rutin.
DAFTAR PUSTAKA
Bakar, I. A. (2003). Cangkok
kulit merupakan alternatif pilihan. (Online), (www.
kompas.com/ver1/Muda/0606/14/192815.htm-17k- diakses tanggal 11 Juli 2006)
Blanchard, D. K, Lin, P
& Lumsden, A. (2006). Skin graft. (Online), (www.debakeydepartmentofsurgery.org/home/content.cfm?proc_name=Skin+Graft+&content_id=272-19k-
diakses tanggal 31 Juli 2006)
Brooker, C. (2001). The
nurse’s pocket dictionary (31st ed.). Terjemahan oleh Andry Hartono. Jakarta: EGC.
Carpenito, L. J. (2001). Handbook
of nursing diagnosis (8th ed.). Terjemahan oleh Monika Ester. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI.
(2000). Informatorium obat nasional indonesia 2000. Jakarta: Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan 2000.
Doenges, M. E. (2000). Application
of nursing process and nursing diagnosis an intervensive text for diagnostic
reasoning (2nd ed.). Terjemahan oleh Made Karisa. Jakarta: EGC.
Heriady, Yusuf. (2005). Manfaat
transplantasi kulit pada pengobatan kanker. (Online), (www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=konsultasi&id=103880-31k-
diakses tanggal 11 Juli 2006)
Long, B. C. (1996). Perawatan
medikal bedah: Suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan UNPAD.
Potter, P. A & Perry, G. A. (2006). Fundamentals
of nursing: concepts, process and practice (4th ed.). Terjemahan
oleh Monika Ester. Jakarta: EGC.
Revis, D. R. (2006). Author
information introduction graft selection donor site selection wound preparation
operative technique graft Survival and healing graft failure biologic skin
subsitutes bibliography. (Online). (www.baylor.vasculardomain.com diakses
tanggal 31 Juli 2006)
No comments:
Post a Comment